Hubungan Ilmu Forensik Dengan Hukum Pidana
Kepoingue.com - Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana(tindak melawan hukum). Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut.
Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep Bonaventura Orfilapada suatu pengadilan dengan percobaan keracunan pada hewan dan dengan buku toksikologinya dapat meyakinkan hakim, sehingga menghilangkan anggapan bahwa kematian akibat keracunan disebabkan oleh mistik. Pada pertengahan abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan fotografi dimanfaatkan dalam penyidikan kasus kriminal (Eckert, 1980). Revolusi ini merupakan gambaran tanggungjawab dari petugas penyidik dalam penegakan hukum. Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang pertamakali secara sistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter dalam personal indentifikasi. Sampai awal 1900-an metode dari Bertillonsangat ampuh digunakan pada personal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal (criminal identification).
Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik jari dan mengembangkan metode klasifikasi dari sidik jari. Hasil penelitiannya sekarang ini digunakan sebagai metode dasar dalam personal identifikasi. Leone Lattes (1887-1954) seorang profesor di institut kedokteran forensik di Universitas Turin, Itali. Dalam investigasi dan identifikasi bercak darah yang mengering „a dried bloodstain”, Lattes menggolongkan darah ke dalam 4 klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasar klasifikasi ini masih kita kenal dan dimanfaatkan secara luas sampai sekarang. Dalam perkembangan selanjutnya semakin banyak bidang ilmu yang dilibatkan atau dimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan. Ilmu pengetahuan tersebut sering dikenal dengan Ilmu Forensik.
Saferstein dalam bukunya “Criminalistics an Introduction to Forensic Science” berpendapat bahwa ilmu forensik ”forensic science“secara umum adalah „the application of science to law”. Ilmu Forensik dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme)pengalaman ini ada dalam bingkai kebenaran ilmiah yang disebut dengan Frame of experience, kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang(verifikasi)melalui indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan kemasyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu).
Saat ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan pidana, dapat tercapai yaitu mencari kebenaran materiil. Tujuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sesuatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat di dakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim tidaklah mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara.
Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam proses perkara pidana dimaksud. Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagaiaplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.atau yang disebut dengan Pro Yustia.Dalam konteks KUHAP dokter melakukan tugas sehari –hari, suatu waktu dapat diminta bantuannya oleh penegak hukum, maka sangatlah baik bila dokter mengetahui tentang tata laksana penyidikan perkara pidana, mulai dari saat penyidikan sampai hakim memutuskan perkara. Tatalaksana tersebut dilakukan dalam beberpa tahapan, yaitu :
Tahap I adalah Penyelidikan, Tahap II adalah Penyidikan dan pemberkasan serta Tahap III adalah penuntutan oleh jaksa sebagai penuntut umum, Hingga pemeriksaan di sidang Pengadilan.Tugas untuk menanggulangi dan menangani suatu tindak pidana oleh kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diberikan kepada Polisi Negara Republik Indonesia, dalam hal ini dikenal dengan 3 istilah yang berbeda fungsi dan kewenangannya, yaitu : Penyelidik, Penyidik dan Penyidik Pembantu.
Pendekatan dalam ForensikSebagaimana yang disebutkan di atas Dalam Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03 tahun 1983 yaitu: Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari sutau perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan Forensik kaitannya dengan Hukum Materil (KUHP)
Bagi setiap orang yg dengan sengaja menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti yg dilakukan pelaku tindak pidana yg menjadi sulit aparat penegak hukum 11| P a g euntuk membuktikan melalui ilmu forensik, maka dapat disangkakan melanggar pasal 221 dan 222 KUHP, dengan ancaman pidana penjara 9 bulan